logo logo

Media Online Mengabarkan, Berimbang, Akurat dan Terpercaya

CITRA NUSA MEDIA

Holding Foundation - Jalan Jend. Ir. Soeharto Km 20 Desa Batu Raden, Kecamatan Lubuk Raja Kabupaten Ogan Komering Ulu

Call: +62 812-7196-1028

Call: +62 853-5705-3257

redaksi@citranusamedia.com
PERTANIAN 06-05-2022 23:51:50

Sungguh Ironis, Harga TBS Petani Anjlok Tapi Harga CPO Capai Rp23.900 per Kg

Pemerintah Indonesia saat ini menghadapi tantangan, baik dari dalam negeri maupun dari luar negeri pasca pelarangan ekspor CPO

Image
Nasib Petani Kelapa Sawit dengan Harga yang Sangat Rendah Meski Harga CPO tinggi

Industri kelapa sawit dalam dua minggu terakhir ini telah menjadi rekor dunia baru, yakni rekor dari segi kenaikan harga CPO dunia dan rekor juga dari anjloknya harga panen petani kelapa sawit.

Sangat disayangkan adalah kebijakan Presiden RI tersebut tidak cepat diantisipasi potensi dampak negatifnya ke petani sawit mandiri/rakyat melalui penguatan Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) Nomor 1 tahun 2018 tentang tatacara pedoman penetapan harga TBS petani sawit.

Ketua Umum DPP APKASINDO (Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia), Dr Gulat ME Manurung mengatakan bahwa APKASINDO telah melakukan kajian dan analisa tentang seberapa efektif peraturan gubernur (Pergub) sebagai turunan Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) Nomor 1 Tahun 2018 tentang Tataniaga Tandan Buah Segar (TBS) Petani di tengah turbulensi dampak pelarangan ekspor CPO dan bahan baku minyak goreng lainnya.

Untuk membuktikan betapa tidak berdayanya Permentan 01 Tahun 2018 tersebut, dapat dilihat berdasarkan laporan Posko Pengaduan APKASINDO terhadap kecurangan harga TBS dari 8 provinsi di Indonesia dua minggu terakhir, didapatkan harga rerata TBS berdasarkan penetapan harga Dinas Pertanian/Perkebunan Provinsi, yakni Rp3.814 per kg TBS.

Sedangkan harga rerata dibeli Pabrik Kelapa Sawit (PKS) Rp1.569 per kg TBS dan untuk provinsi tanpa pergub dibeli hanya Rp1.300 per kg TBS.

"Dari ini dapat dikatakan bahwa Permentan No. 1 Tahun 2018 dan Pergub Tataniaga TBS di delapan provinsi dan terakhir surat edaran Dirjen Perkebunan Nomor 165 Tahun 2022 praktis tidak dipedulikan oleh semua PKS (pabrik kelapa sawit) dan industri sawit lainnya," ujar Gulat.

Ditambahkannya, khusus untuk provinsi yang sudah memiliki Pergub Tataniaga TBS, di mana penurunan harga TBS per tanggal 23-30 April sebesar 58,87%.

Hal yang lebih parah adalah provinsi yang belum memiliki Pergub Tataniaga TBS, di mana penurunan harga TBS-nya anjlok sampai 65,45 persen.

Fenomena ini juga ternyata dimanfaatkan oleh PKS menaikkan potongan timbangan yang dalam Permentan 01 tahun 2018 diharamkan.

"Ya benar, pasca pidato Presiden Jokowi 22 April, potongan timbangan di PKS naik hampir 3 kali lipat. Misalnya jika petani A ke PKS menjual TBS nya Rp1.000 per kg, jika potongan timbanganya 10 persen, maka yang dibayar oleh PKS adalah hanya Rp900/kg. Tentu ini semakin membuat petani merugi dua kali, pertama harga yang anjlok dan kedua potongan timbangan di PKS. Pertanyaan yang cukup mendasar bagi kami petani sawit adalah, siapa yang melindungi kami?" tanya Gulat.

Seharusnya Permentan No.01 Tahun 2018, namun ke mana peran menteri-menteri terkait untuk membela nasib petani.

Perlu diketahui bahwa patokan dari harga TBS pekebun adalah tender CPO di KPBN dan selanjutnya patokan harga CPO di KPBN adalah harga CPO internasional.

"Semua orang tau bahwa harga CPO saat ini sedang naik, seharusnya TBS petani juga naik, jika pun turun akibat larangan ekspor harusnya harga TBS kami dibeli PKS tidak kurang dari Rp3.800/kg. Wayan Supadno (biasa dipanggil Pak Tani), mengatakan bahwa di Malaysia harga TBS petani sudah mencapi Rp5.000/kg karena patokan mereka adalah harga CPO internasional saat ini Rp23.900/kg, mengapa justru sebaliknya dengan harga TBS petani sawit di Indonesia malah anjlok," imbuh Gulat.

Dijelaskannya, bahwa jika larangan ekspor CPO, Refined Bleached and Deodorized Palm Oil (RBD Palm Oil), Refined Bleached and Deodorized Palm Olein (RBD Palm Olein), dan Used Cooking Oil (UCO) adalah alasan menjatuhkan harga TBS petani, bukankah produk TBS petani bisa dialihkan dalam bentuk lain, seperti bahan baku oleokimia, biodisel, refined palm oil, crude PKO, refined PKO dan banyak produk lainnya.

"Jika para perusahaan hilir (refinery) mengalihkan bahan baku CPO yang seharusnya diperuntukkan ke jenis yang dilarang oleh presiden, bukan kah ketika perusahaan refinery ini mengekspor (di luar yang dilarang) justru mendapatkan harga yang cukup tinggi saat ini dipasar internasional?" tanya Gulat.

Baca Juga

Dapatkan update informasi pilihan dan berita terbaru setiap hari dari Citranusamedia.com, Mari bergabung di Grup Telegram "CNM MEDIA", caranya klik link ini: GABUNG SEKARANG, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Sumber : Tribun Bangka