Gus Mus yang memberikan Iftitah dalah Gelar Konbes NU 2020 Menghela Tawa dan Mencairkan Suasana tak Kala mengutarakan Kalimat Terjebak dalam NU Kuno
Diberikan waktu untuk Mau'idhah dalam gelar acara Konferensi Besar NU (Konbes NU) pada Jumat, 20 Mei 2022 di Hotel Yuan Garden, Jakarta.
Gus Mus langsung mencairkan suasana dengan guyon khasnya, dan mengatakan "Ini adalah NU asli dan Kuno, menjebak orang untuk datang dan disuruh Mau'idhah, ini belum peradaban dunia, untuk saya orang NU, orang NU itu paling mudah dijebak, kalau orang lain Mubalighnya nggak datang ya Prei nggak jadi pengajian, kalau NU Mubalighnya nggak datang, maka siapa saja bisa naik".
Sontak apa yang disampaikan Gus Mus mencairkan suasana, inilah ciri khas Gus Mus yang mampu menata elok suasana dalam kedamaian.
Ia mengucapkan Selamat Idul Fitri dan mendoakan para pengkhidmah NU. Gus Mus meminta maaf atas kesalahannya, terutama karena ia sering menggeneralisasi kesalahan sebagian orang dengan mengatakan secara lebih umum.
Sebaliknya, penulis buku Lukisan Kaligrafi itu pun juga sudah memaafkan apabila ada orang berbuat salah kepadanya.
"Saya sudah berjanji kepada diri saya sendiri: orang yang menyalahi saya, akan saya maafkan sejak dia menyalahi saya," kata Gus Mus.
Gus Mus adalah Mustasyar PBNU sekaligus Pengasuh Pesantren Raudlatut Thalibien, Leteh, Rembang dan juga sahabat Karib KH. Abdurrahman Wahid (Gus Dur).
Ia kembali mengutarakan gelitiknya, Gus Mus mengatakan bahwa "Mau'idhah khasanah ini adalah Jebakan, terkait Optimalisasi Khidmah".
Dalam kesempatan itu, Ia kembali mengungkap ujaran lamanya. Ia mengibaratkan NU seperti 'pisau cukur' yang tajam, tetapi hanya digunakan untuk mengiris bawang.
"Jadi, sayang pisau penyukurnya. Tidak sesuai dengan potensi yang dimiliki Nahdlatul Ulama, dengan apa yang dilakukan oleh NU," imbuh ungkap Gus Mus.
"Mudah-mudahan mereka dijauhkan dari cobaan-cobaan yang mengganggu, dari khidmah mereka kepada NU. Mudah-mudahan Allah Ta'ala selalu mengilhami mereka dengan pikiran-pikiran kreatif yang dapat menumbuhkan kebaikan yang bertambah-tambah bagi kepentingan warga Nahdlatul Ulama, warga Indonesia, warga dunia," doanya.
Gus Mus bercerita saat dirinya dulu bertemu dengan Syekh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz, yang merupakan salah satu tokoh Wahabi dan pimpinan Darul Ifta di Saudi Arabia.
Waktu itu ia belum masuk jajaran pengurus PBNU, Ia diajak karena ketika bermain ke PBNU berkat tulisannya yang bagus.
Lalu Ia disuruh menulis surat-menyurat kepada Darul Ifta', Berkah tulisan bagus itu, Gus Mus diajak ke Saudi Arabia.
Supaya tidak menyulitkan Kiai Sahal dan Gus Dur dalam memperkenalkan, Gus Mus disebut sebagai juru bicara. "Padahal mereka semua, bisa bicara semua itu dan lebih fasih dari saya," kata Gus Mus disambut tawa hadirin.
Gus Mus mengisahkan, Bin Baz setiap jumat menerima tamu dari berbagai negara, setelah mengaji tafsir.
"Kita yang diundang, itu enggak diajak ngomong sendiri. Saya sudah suudzan pada waktu itu: wah, payah ini kalau PBNU, organisasi besar, enggak dikasih kesempatan," gerutu Gus Mus.
Ternyata setelah berpamitan, Bin Baz sudah masuk ke dalam tempat istirahatnya, ada asisten yang datang.
"Dari PBNU, Indonesia, dimohon untuk datang ke ruang istirahat," kata asisten. "Di ruang kecil itu, ada Bin Baz, Kiai Sahal, Gus Dur, dr Fahmi Saifuddin, Abdullah Syarwani, dan juru bicaranya," kata Gus Mus.
"Pertanyaan Bin Baz: Anda punya anggota berapa, organisasi NU?" Hadirin di situ diam semua. Karena Gus Mus sudah diangkat sebagai juru bicara, dialah yang menjawab. "Khamsin milyun, ya Syeikh (50 juta, Syekh)," kata sang juru bicara, yang mengaku berspekulasi saat itu.
Bin Baz pun bangkit dari tidurannya, sambil berkata: "Khamsin milyun?" Melihat Bin Baz terkejut, Gus Mus pun senang dan menambahi "Bal yumkin aktsar min dzalik, ya syeikh, (bahkan mungkin lebih banyak dari itu, ya syaikh)" imbuhnya.
"Masyaallah, tabaarakallah," jawab Bin Baz, terkagum-kagum. Pada waktu itu, menurut Gus Mus, tahun 1989 penduduk Saudi Arabia masih sekitar 18 juta.
Jadi wajar jika kaget mendengar jawaban 50 juta. "Ternyata menurut sensus, (warga NU) 80 juta pada waktu itu," terangnya, ketika tahu data di kemudian hari. "Itu dananya dari mana," tanya Bin Baz lagi.
Gus Mus pun tak bisa menjawab. "Meskipun juru bicara, saya diam saja," terangnya, diikuti tawa seisi forum Konbes.
"Itu bukan wewenang saya. Masa saya bilang: iuran," celetuknya, disambut tepuk tangan. Karena mereka itu, sampai yang adzan pun dibayar.
"Ini NU 50 juta, siapa yang membiayai" Lalu Gus Mus pun teringat NU dulu, di mana ketua NU dipilih yang banyak duitnya, supaya kalau rapat-rapat yang memberi hidangan sang ketua.
"Kemudian datang KH Mahfudz Shiddiq dan KH Wahid Hasyim. Itu perlu kita kenang sebagai pembaharu Nahdlatul Ulama. Ditertibkan," katanya mengingatkan. "Kemudian datang masanya Gus Dur. Sekarang ada masanya Yahya," sambungnya.
Melihat tekad sang Ketum baru, pria kelahiran 10 Agustus 1944 itu pun merasa terpukau. Ia berharap bahwa ini era baru, di mana "pisau cukur" betul-betul untuk mencukur, bukan hanya untuk mengiris bawang.
"Mudah-mudahan laporan (Gus Yahya) betul-betul itu, bukan hanya untuk menyenangkan rais aam dan mustasyar saja," guyon Gus Mus, dan menggelitik Gus Yahya. Hadirin pun kembali tertawa.
Lalu, Gus Mus segera mengakui bahwa ia melihat sendiri banyak pengurus NU yang mengerahkan tenaga yang luar biasa. "Mudah-mudahan Allah Ta’ala memberikan kekuatan lahir dan batin," imbuhnya. "Kalau Anda membaca Qanun Asasi dari Hadratussyekh Hasyim Asy’ari saja, enggak usah yang lain, Anda akan mendapat kekuatan yang lebih besar," tuturnya.
Memungkasi ceramah, Gus Mus bercerita bahwa kiai dulu jarang mengemukakan dalil. Tetapi dari perilakunya sudah mencermikan dalil itu sendiri. "Ini juga tantangan untuk kiai-kiai sekarang: apakah dia bisa jadi dalil apa tidak?" tanyanya, yang kembali disambut tawa.
Sambungnya, "Mustasyar kok ndalil yang ndalil itu Ustadz madrasah tsanawiyah", guyon Gus Mus, sontak audiens tertawa riang.
"Sekian, mohon maaf. Kalau lama-lama nanti terlalu sadar sebagai mustasyar nanti,” katanya, disambut tawa. "Sekian saja. Kurang lebihnya mohon maaf. Wallahu yuwaffiquna ilaa maa fihi khairul Islam wal Muslimin, wa khairu Nahdlatil Ulama' wan Nahdliyyin, wa khairu Indonesia wa Indonesiyin. Wa astaghfirullaahal ‘adzim li walakum. Wal 'afwu minkum," akhir Mau'idhah dari Gus Mus.
Baca Juga
Dapatkan update informasi pilihan dan berita terbaru setiap hari dari Citranusamedia.com, Mari bergabung di Grup Telegram "CNM MEDIA", caranya klik link ini: GABUNG SEKARANG, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.
Sumber : NU Online